Belum lama ini Dewan Standar Akuntasi Keuangan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (DSAK IAI) mengesahkan tiga Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK). Ketiga standar tersebut berlaku efektif 1 Januari 2020, tetapi diperkenankan opsi penerapan dini.
DSAK menerbitkan PSAK baru yang mengadopsi tiga standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standard/IFRS), yaitu PSAK 71 Instrumen Keuangan yang mengadopsi IFRS 9, PSAK 72 Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan yang mengadopsi IFRS 15, dan PSAK 73 Sewa yang mengadopsi IFRS 16. Artikel ini akan fokus membahas PSAK 72.
Perubahan mendasar yang ditimbulkan PSAK 72 adalah adanya standar tunggal pengakuan pendapatan untuk semua jenis industri. Pada PSAK 72, entitas mencatat kontrak dengan pelanggan hanya jika seluruh kriteria berikut terpenuhi.
Pertama, para pihak dalam kontrak telah menyetujui kontrak secara tertulis atau lisan sesuai dengan praktik bisnis pada umumnya serta berkomitmen untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing.
Kedua, entitas dapat mengidentifikasi hak setiap pihak mengenai barang atau jasa yang akan dialihkan. Ketiga, entitas dapat mengidentifikasi jangka waktu pembayaran barang atau jasa yang akan dialihkan.
Keempat, kontrak memiliki substansi komersial, yaitu risiko, waktu, atau jumlah arus kas masa depan dari entitas diperkirakan berubah sebagai akibat dari kontrak.
Kelima, kemungkinan besar (probable) entitas akan menagih imbalan yang akan menjadi haknya dalam pertukaran barang atau jasa yang akan dialihkan ke pelanggan.
Dalam mengevaluasi apakah kolektibilitas dari jumlah imbalan kemungkinan besar terjadi, entitas hanya mempertimbangkan kemampuan dan intensi pelanggan untuk membayar jumlah imbalan ketika jatuh tempo.
Jumlah imbalan yang akan menjadi hak entitas mungkin lebih kecil dari harga yang tercatat dalam kontrak jika imbalan bersifat variabel karena entitas dapat menawarkan suatu konsesi harga kepada pelanggan.
Menggantikan PSAK 23
SEJATINYA, PSAK 72 menggantikan PSAK 23. Dalam PSAK 23, definisi pendapatan mensyaratkan entitas untuk mengukurnya berdasarkan nilai wajar dari jumlah yang diterima atau akan diterima dengan memperhitungkan potongan dagang dan rabat volume yang diperkenankan entitas.
Sementara itu, penyajian Laporan Keuangan dalam PSAK 72 mensyaratkan entitas untuk mengukur pendapatan dari kontrak dengan pelanggan berdasarkan jumlah imbalan yang diperkirakan menjadi hak entitas dalam pertukaran untuk mengalihkan barang atau jasa yang dijanjikan. Sebagai contoh, jumlah pendapatan yang diakui mencerminkan setiap potongan dagang dan rabat volume yang diperkenankan entitas.
Untuk memahami penjelasan di atas, dapat disimak contoh berikut. Suatu entitas menyepakati kontrak penjualan 100 unit barang dengan harga Rp100. Pembayaran diterima ketika pengendalian produk dialihkan.
Kontrak penjualan mengizinkan pelanggan mengembalikan produk tidak terpakai dalam 30 hari dan menerima pengembalian penuh. Biaya setiap produk entitas Rp60. Entitas mengestimasi pelanggan akan mengembalikan produk berdasarkan faktor pendukung yang ada sebanyak 3 unit. Jurnal transaksi penjualan:
Kas | Dr | Rp10.000 | 100 unit x Rp100 | |
Liabilitas terkait refund | Cr | Rp300 | 3 unit x Rp100 | |
Pendapatan | Cr | Rp9.700 | 97 unit x Rp100 | |
Harga pokok penjualan | Dr | Rp5.280 | 97 unit x Rp60 | |
Aset | Dr | Rp180 | 3 unit x Rp60 | |
Persediaan | Cr | Rp6.000 | 100 unit x Rp60 |
Jika pada PSAK 23 pengakuan pendapatan berbasis pada perpindahan risiko, pada PSAK 72 pengakuan ini berbasis pada perpindahan kontrol yang menyebabkan entitas dapat mengakui pendapatannya lebih cepat atau lebih lambat. Perbedaan pengakuan pendapatan dan beban ini tentu berpengaruh terhadap perhitungan pajak penghasilan (PPh) badan.
Penjelasan Pasal 28 ayat 7 UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebut pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Rumusan penjelasan pasal ini ternyata menimbulkan dua pendapat berbeda mengenai hubungan akuntansi dan pajak.
Pertama, perubahan perlakuan akuntansi berpengaruh terhadap hasil perhitungan pajak karena ketentuan perpajakan akan mengacu pada standar akuntansi yang berubah.
Kedua, perubahan perlakuan akuntansi tidak berpengaruh terhadap penghitungan pajak karena pada saat perhitungan pajak perlakuan akuntansi itu disesuaikan dengan ketentuan pajak sehingga dampak hanya timbul pada nilai koreksi fiskal. Pertanyaannya, pendapat mana yang benar?
Pengakuan Pendapatan
PSAK 72 menekankan standar baru dalam pengakuan pendapatan, pendapatan yang dicatat harus sesuai dengan kontrak yang disepakati. Jika dalam kontrak terdapat unsur pengembalian barang, pendapatan yang dicatat harus memperhitungkan kemungkinan pengembalian barang dilakukan dalam masa kontrak berdasarkan pengalaman dan risiko dari kerja sama dengan pelanggan tersebut.
Pengakuan pendapatan secara pajak tidak memperhitungkan kemungkinan pengembalian barang pada awal pencatatan. Pengembalian barang diberlakukan melalui retur penjualan. Kondisi ini yang akan menyebabkan perbedaan waktu dalam pencatatan pendapatan secara komersial dengan fiskal.
Pendapatan yang diakui secara komersial akan lebih kecil dari pendapatan yang diakui secara fiskal pada awal transaksi penjualan. Perbedaan ini menyebabkan dasar perhitungan penghasilan kena pajak pada akhir tahun akan mengalami perbedaan antara komersial dan fiskal.
Perbedaan waktu pengakuan pendapatan antara ketentuan perpajakan dan PSAK perlu dijembatani dengan pembuatan kertas kerja rekonsiliasi. Perbedaan pengakuan pendapatan tentu memengaruhi pengakuan secara langsung biaya yang terkait dengan pendapatan dan harga pokok penjualan. Kertas kerja rekonsiliasi tidak hanya dibutuhkan untuk perhitungan PPh tetapi diperlukan dalam pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai kontrol atas penjualan.
Sampai saat ini, otoritas pajak belum mengeluarkan ketentuan perpajakan mengenai penerapan PSAK 72. Pelaku usaha membutuhkan kepastian ketentuan perpajakan sebagai bagian dari perencanaan pajak perusahaan.*